SIA SIA ASPATAKI KE MK : 30 ANGGOTANYA DICABUT IZINYA, APA FAEDAH ASPATAKI KE MK?
Minggu, 01 Maret 2020
JAKARTA (AC). Dengan dicabutnya 111 P3MI oleh Menaker, 30 diantaranya anggota Aspataki menimbulkan spekulasi tersendiri bagi mereka yang tidak mengerti apa lagi yang dicari oleh Aspataki ke MK, kan sudah terbukti yang tidak memenuhi Permenaker No 10/2019 dicabut, berikut ulasan yang patut dibaca khususnya bagi yang berpikiran anggota Aspataki tidak punya uang untuk deposito sehingga menggugat ke MK,
Patut dipahami, bahwa tujuan Aspataki ke MK tidak semata persoalan uang deposito 1,5 milyar , tapi lebih kepada kepastian hukum, benarkah pernyetoran deposito 1,5 M itu dilakukan saat mendirikan P3MI baru saja (pasal 54 uu18/2017) dan saat memperpanjang ijin (psl 57 uu 18/2017) , ataukah semua P3MI yang telah ada izinya harus menyerahkan deposito 1,5 Milyar paling lambat pada 2 Januari 2020 sesuai Permenaker 10/2019, kata Saiful.
Aspataki menilai UU 18/2017 tidak dapat dilaksanakan, tidak ada kepastian berusaha dan seperti bermimpi, sehingga ingin ganti bidang usaha, dan sebagian lagi menunggu proses MK, dengan demikian tidak ada satu pun anggota Aspataki yang tidak siap menyerahkan bilyet 1,5 milyar, ujar Saiful.
"Aspataki ke MK bukan membela Anggota yang tidak mampu menyerahkan deposito, tapi lebih kepada mencari kepastian hukum. Buktinya setelah batas waktu yang ditetapkan oleh Kemnaker terlewati, anggota Aspataki yang terlambat setor deposito dan datang ke Kemnaker ( Subdit kelembagaan ) ditolak meski telah membawa uang tunai", ujar Saiful.
Sebagaimana diketahui Aspataki mengajukan uji materi ke MK atas pasal 54, 82 dan 85 guna memastikan ketiga pasal tersebut bertentangan dengan UUD1945, setelah mendengarkan keterangan Perwakilan Pemerintah dan DPR RI, dan tanggal 2 maret 2020 dijadwalkan mendengarkan keterangan pihak terkait yakni Migran Care dan SBMI, jelas Saiful.
Saiful berharap, "pihak NGO memberikan keterangan atas dasar data otentik, berapa banyak P3MI yang terbukti dicairkan depositonya dan dicabut izinnnya akibat kesalahan menempatkan, jangan sampai kasus kasus PMI ilegal atau kasus kasus PMI zaman tahun sebelum dilaksanakan UU No 39/2004 diputar kembali, karena dari kasus kasus yang ada Pemerintah membuktikan sejak ada PJTKI berganti PPTKIS dan berganti P3MI terbukti hanya ada dua (2) yang dicairkan dan itupun diduga PT tsb ada kesalahan dalam Perekrutan PMI bayar, (sekarang P3MI tidak boleh merekrut dan melatih) bukan akibat kesalahan P3MI dalam penempatan serperti PMI tidak digaji. Sebandingkah dengan jumlah P3MI resmi tahun 2015 dan 2017 ? Jangan sampai menyamakan exportir illegal logging dengan exportir furniture resmi, sehingga semua kesalahan pelaku pembalakan liar kayu ditimpakan kepada pengusaha exportir mebel resmi.
Belum lagi bukti dari 111 P3MI yang dicabut tak satupun dicairkan depositonya.
"Disisi lain menjadi tanya kita semua, kenapa kasus yang sering diucapkan oleh Siti Badriyah Pegiat PMI tidak berhasil mencairkan deposito PT yang memberangkatkan saat itu sehingga menambah bukti deposito benar benar terkait dengan penempatan PMI oleh P3MI?, tanya Saiful
Kasus Pidana pasal 82 dan 85 UU 18/2017, tidak usah terlalu difikirkan, karena hukum positif kita sangat jelas tegas mengatur siapa yang bisa diadili di wilayah hukum NKRI. Bagaimana konstruksi hukum seseorang bisa diseret ke Pengadilan sangat jelas, kata Saiful